Pengadaan Barang Jasa, Uang Muka, Jaminan dalam Pengadaan Barang Jasa, Buku Pengadaan, Buku Tender,Pengadaan barang, Perpres 54 tahun dan revisi/perubahan perpres 54, Pengguna Anggaran (PA), Para Pihak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja ULP, PPHP, Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, Pengadaan Pelaksana Konstruksi, Pengadaan Konsultansi, Pengadaan Jasa Lainnya, Swakelola, Kebijakan Umum Pengadaan, Pengadaan Langsung, Pelelangan atau Seleksi Umum, Pengadaan atau Penunjukan Langsung, Pengadaan Kredibel, Pengadaan Konstruksi, Pengadaan Konsultan, Pengadaan Barang, Pengadaan Jasa Lainnya, Jaminan Penawaran, Jaminan Pelaksanaan, SKT Migas, Tenaga Ahli, HPS, Kontrak, Evaluasi, Satu/Dua Sampul dan Dua Tahap, TKDN, Sisa Kemampuan Paket, Kemampuan Dasar, Dukungan Bank, afiliasi, Konsolidasi Perpres 54 tahun 2010, e-katalog, Penipuan Bimtek e-Procurement Kasus Pengadaan Construction, Consultation, Goods, Services, Green Procurement, Sustainable Procurement, Best Practice Procurement, Supply Chain Management http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.co.id/search/label/kasus%20pengadaan

Saturday, June 25, 2016

e-Katalog Pacu Keterbukaan Harga

Penerapan e-katalog dalam mendukung belanja pemerintah semakin memberikan keuntungan, terutama dalam hal mendorong terbentuknya harga pasar yang wajar. Kenyataannya, upaya pembedahan struktur harga serta mekanisme pengecekan silang (cross check) dalam alur katalogisasi produk berhasil memunculkan harga yang dapat digunakan sebagai acuan. Lalu, bagaimana e –katalog mampu menjadi instrumen dalam mengoreksi harga pasar?

Deputi Bidang Monitoring, Evaluasi, dan Pengembangan Sistem Informasi Sarah Sadiqa menjelaskan bahwa perumusan struktur harga produk e-katalog selalu dilakukan secara hati-hati. Bahkan, pokja katalog sering kali diharuskan melakukan pengecekan secara berlapis untuk mendapatkan formulasi harga yang tepat. Hal ini sangat diperlukan, terutama untuk memproses permintaan katalogisasi produk-produk yang ditransaksikan secara riil, namun informasi harganya tidak terbuka, seperti mikroskop elektro, dan MR-I.

“Kalau barangnya impor, kita periksa PIB-nya. PIB-nya tidak yakin, kita tanya lagi kepada para ahlinya; kepada rumah sakit-rumah sakit yang mungkin sudah  membelinya. Jadi, hanya untuk meng-cross check suatu harga  itu metode yang digunakan bisa macam-macam dan ini memang adalah satu-satunya cara agar kita yakin harga itu adalah harga yang tepat,” ujar Sarah saat memberikan paparan dalam acara Peluncuran dan Penandatanganan Nota Kesepahaman Program Katalog Daerah, Jumat (17/06) di kantor LKPP di Jakarta.

Dengan melakukan analisis terhadap bukti-bukti pembelian, seperti invoice dan Pemberitahuan Impor Barang (PIB), penaksiran harga pada saat negosiasi dapat dilakukan lebih akurat. Melalui analisis ini pula, informasi struktur harga akan menjadi lebih terbuka.  Apalagi, jika hal ini dibandingkan dengan  mekanisme lelang yang notabene justru cenderung menutup akses terhadap data-data pembelian.

“Ketika alat kesehatan itu transaksinya riil, ada—tapi harganya tidak pernah kita yakini benar—maka katalog itu menjadi salah satu cara untuk memperbaiki harga tersebut. Kenapa? Karena proses katalog itu dilakukan, khususnya  dengan harga itu, menggunakan begitu banyak metode  cross check,” lanjutnya.

Sarah mengakui bahwa penaksiran harga berdasarkan analisis terhadapt bukti-bukti pembelian tidak melulu mendapatkan harga penawaran terendah (rock bottom price). Oleh sebab itu, lanjutnya, metode pengecekan silang diperlukan agar terjadi koreksi harga.

“Tidak pernah ada proses yang langsung kepada istilahnya rock bottom price; jadi yang betul betul paling bawah. Nggak ada mekanisme yang memang begitu.  Nah, tapi untuk meyakini harga, maka itu perlu dilakukan berbagai macam cross check untuk memastikan itu—tujuan katalog—kalau kita bicara memperbaiki harga atau market correction,” pungkasnya.

Sumber: http://www.lkpp.go.id/v3/#/read/4238

No comments:

Post a Comment