Pengadaan Barang Jasa, Uang Muka, Jaminan dalam Pengadaan Barang Jasa, Buku Pengadaan, Buku Tender,Pengadaan barang, Perpres 54 tahun dan revisi/perubahan perpres 54, Pengguna Anggaran (PA), Para Pihak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja ULP, PPHP, Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, Pengadaan Pelaksana Konstruksi, Pengadaan Konsultansi, Pengadaan Jasa Lainnya, Swakelola, Kebijakan Umum Pengadaan, Pengadaan Langsung, Pelelangan atau Seleksi Umum, Pengadaan atau Penunjukan Langsung, Pengadaan Kredibel, Pengadaan Konstruksi, Pengadaan Konsultan, Pengadaan Barang, Pengadaan Jasa Lainnya, Jaminan Penawaran, Jaminan Pelaksanaan, SKT Migas, Tenaga Ahli, HPS, Kontrak, Evaluasi, Satu/Dua Sampul dan Dua Tahap, TKDN, Sisa Kemampuan Paket, Kemampuan Dasar, Dukungan Bank, afiliasi, Konsolidasi Perpres 54 tahun 2010, e-katalog, Penipuan Bimtek e-Procurement Kasus Pengadaan Construction, Consultation, Goods, Services, Green Procurement, Sustainable Procurement, Best Practice Procurement, Supply Chain Management http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.co.id/search/label/kasus%20pengadaan

Thursday, July 16, 2015

3 bulan waktu untuk lkpp optimalisasi pengadaan

Presiden Joko Widodo meminta agar Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah (LKPP) untuk mengoptimalkan pengadaan barang dan jasa khususnya dalam waktu tiga bulan kedepan. Reaksi tersebut dikeluarkan oleh Presiden ketika mendapatkan laporan dari Kepala LKP Agus Prabowo.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Kepala Bappenas Andrinov Chaniago yang ikut mendampingi Presiden dan Kepala LKPP tersebut menjelaskan bahwa optimalisasi bisa dilakukan dengan penggunaan e-catalogue yang bisa dimanfaatkan karena prosedur yang sederhana namun bisa dipertanggungjawabkan. “Presiden meminta LKPP melakukan percepatan dan optimalisasi,” kata Andrinof di Jakarta, Selasa (14/7).


Dia mengatakan secara singkat, presiden mengarahkan dua hal. Pertama percepatan pengadaan barang dan jasa khususnya dengan optimalisasi e-catalogue dan kedua, percepatan dilakukan tanpa mengorbankan kualitas. Andrinov mengatakan hingga saat ini masih 30 persen yang bisa masuk dalam e-catalogue dengan nilai sekitar Rp 300 triliun. Padahal sebenarnya ada potensi nilai yang masuk dalam e-catalogue antara Rp 800 triliun hingga Rp 1.000 triliun.

Sayangnya hal ini tidak bisa dioptimalkan karena menurut dia ada sejumlah aturan yang menghambat seperti aturan keuangan dan pembayaran khususnya dari pemerintah daerah yang memerlukan penyederhanaan. “Untuk jangka pendek mengoptimalkan sistem yang ada, memperbaiki lagi regulasi menyangkut Kementerian Keuangan, BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), Kementerian Dalam Negeri lebih disederhanakan lagi,” kata Andrinov.

Selain itu akan dilihat undang-undang yang perlu direvisi untuk mengoptimalkan pengadaan barang dan jasa tersebut. “Ya paling tidak mendekati 50 persen,” kata dia mengenai target yang masuk dalam e-catalogue.
Kepala LKPP Agus Prabowo mengatakan bahwa proses pengadaan barang dan jasa secara online belum maksimal. Meskipun sudah ada 40.000 lebih item barang/jasa yang masuk dalam e-catalogue, tetapi hingga 9 Juni 2015 total transaksi yang menggunakan sistem ini baru mencapai Rp 11 triliun. Transaksi tersebut sudah mencakup instansi pemerintah pusat dan daerah.
Agus mengakui, tidak semua pengadaan barang/jasa pemerintah bisa dilakukan lewat e-catalogue, ada beberapa yang mesti manual. "Kalau barang, itu bisa, karena tidak semua barang sudah tersedia di e-catalogue juga kan. Kalau tidak tersedia kan harus lelang biasa," kata Agus.

Mengenai instruksi yang diberikan oleh Presiden Jokowi, Agus mengaku diminta memberikan masukan tertulis kepada Presiden tentang ekosistem pengadaan. Ia menyebutkan, pengadaan itu seperti ekosistem, ada aturannya, ada anggarannya, ada organisasinya, ada auditnya, macam-macam. Sementara LKPP domainnya hanya di aturannya saja. "Jadi instruksinya memberi masukan kepada Presiden, ekosistem mana yang harus direvisi," ujarnya

Bayangan Kepala LKPP Agus Prabowo , aturan-aturan di Kementerian Keuangan harus ikut berubah, aturan di Kementerian Dalam Negeri ikut berubah, dan cara-cara audit juga harus berubah. “Karena audit sekarang itu menakutkan, banyak orang yang takut untuk mengeksekusi pengadaan,” paparnya.
Agus tidak memungkiri jika ketakutan itu menjadikan eksekusi pengadaan barang/jasa pemerintah sejauh ini masih rendah. “Oh iya, otomatis. Orang kalau takut kan tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya.

No comments:

Post a Comment